Era Bahan Pangan Murah Sudah Berlalu
Parlemen Eropa membahas kenaikan drastis harga bahan pangan. Diperingatkan, krisis global itu akan semakin gawat, Zamannya bahan pangan murah sudah berlalu. Demikian kata Louis Michel, Kommisaris Uni Eropa untuk pembangunan dan bantuan humaniter. Disebutkannya, harga bahan pangan tidak akan kembali ke posisi sebelumnya. Kenaikannya tidak akan dapat dihentikan jika tidak segera dilakukan tindakan pencegahannya. Hal itu merupakan tugas yang melewati kewenangan Uni Eropa. Di sini masyarakat internasional yang ditantang.
Siapa atau apa yang memicu kenaikan harga bahan pangan? Jawabannya beragam. Para pakar menyebutkan, kenaikan harga dipicu permintaan pasar yang terus meningkat. Ditambah perubahan gaya makan di sejumlah negara, misalnya meningkatnya konsumsi daging di Cina, serta akibat bencana kekeringan sebagai dampak perubahan iklim. Yang lainnya, seperti Menteri Bantuan Pembangunan Jerman Heidemarie Wieczorek-Zeul menilai, meningkatnya penggunaan produk pertanian bahan pangan untuk memproduksi bahan bakar bio sebagai penyebab utama naiknya harga bahan pangan.
Kepala negara dan pemerintahan Uni Eropa pada tahun 2007 menyepakati, hingga tahun 2020 mendatang, kebutuhan bahan bakar sekitar 10 persennya dipenuhi dengan bahan bakar bio, terutama bahan bakar bio-etanol dibuat dari bit gula, tebu, jagung, gandum dan biji-bijian bahan pangan lainnya.
Namun ketua fraksi sosialis di Parlemen Eropa, Martin Schulz, menuding para spekulan bahan pangan yang paling bertanggung jawab. Ia mengatakan, apa yang terjadi sekarang tidak normal. Kenaikan harga bahan pangan akan memicu spekulasi lebih tinggi. Sebagai dampaknya, bahan pangan akan semakin langka, harga terus naik dan spekulan dapat terus meraup untung.
Tapi bagi mayoritas warga Uni Eropa, justru Uni Eropa-lah yang bersalah atas kenaikan seluruh harga bahan pangan. Dalam kenyataannya, Brussel selama beberapa dekade membayar jaminan harga, membeli surplus panen, menyubsidi eksport dan menumpuk cadangan pangan dalam jumlah besar. Tapi politik pertanian Eropa yang absurd itu sudah berakhir.
Uni Eropa mulai tahun 2007 mencabut ketentuan penyangga harga produk peternakan. Tahun 2008 ini diputuskan, volume produksi pertanian akan ditingkatkan hingga minimal 10 juta ton per tahun. Tapi bagi ketua fraksi liberal di Parlemen Eropa, Graham Watson, reformasi bidang pertanian Uni Eropa belum mencukupi. Watson menegaskan; "Kita harus mengakhiri proteksi di bidang pertanian dan pembatasan ekspor. Penyebab utama masalah ini adalah politik pertanian Uni Eropa, bukan produksi bahan bakar bio. Pemecahannya adalah reformasi politik bukannya di bidang bahan bakar bio."
Menimbang krisis yang terus memucak, Komisi Eropa menyiapkan bantuan darurat bahan pangan senilai 117 juta Euro. Bantuan terutama disiapkan bagi Afrika yang situasinya benar-benar gawat. Namun Michel mengatakan, yang paling penting adalah tindakan yang berdampak jangka panjang. Ia menolak peningkatan produk pertanian di Eropa. Yang lebih diperlukan adalah pembangunan sektor pertanian di negara-negara berkembang. (as)
Sumber: Deutsche Welle dari Portla Indonesia WWW.indonesia.go.id
ya... serba salah, mau menggunakan bbm dari tambang migas, sudah sedikit... mau pakai bio disel, kita ga cukup untuk konsumsinya...?
BalasHapus